Minggu, 27 Oktober 2013

Pertanian Konvensional

Upaya pemenuhan kebutuhan hidup manusia dengan peningkatan pemanfaatan potensi alam dalam sektor pertanian telah menimbulkan masalah baru bagi kelestarian alam. Untuk meningkatkan produktivitas serta ‘mengamankan’ tanaman dan ternak, manusia cenderung menggunakan bahan-bahan kimia buatan. Sehingga perkembangan sistem pertanian yang didominasi oleh sistem pertanian dengan input luar yang tinggi tersebut telah membawa dampak negatif pada lingkungan ekosistem pertanian maupun di luar ekosistem pertanian.

Dampak di dalam ekosistem pertanian terdiri dari:
a)    Meningkatnya degradasi lahan (fisik kimia dan biologis),
b)    Meningkatnya residu penyakit dan gangguan serta resistensi hama penyakit dan gulma,
c)    Berkurangnya keanekaragaman hayati, serta
d)    Gangguan kesehatan masyarakat sebagai akibat dari pencemaran lingkungan.

Sedangkan dampak yang terjadi di luar ekosistem
a)    meningkatnya gangguan kesehatan masyarakat konsumen karena pencemaran bahan-bahan pangan yang diproduksi di dalam ekosistem pertanian,
b)    terjadi ketidakadilan ekonomi karena adanya praktek monopoli dalam penyediaan saran produksi pertanian,
c)    Ketimpangan sosial antar petani dan komunitas di luar petani.

Sadar atau tidak manusia sudah terlalu jauh dalam merambah dan “memperkosa” kelestarian alam untuk memenuhi nafsu kehidupannya. Manusia tidak hanya menerima manfaat dari alam namun harus pula sebaliknya memberikan manfaat bagi alam. Atau paling tidak manusia harus mampu mempertahankan kondisi tersebut sebagai upaya mempertahankan keseimbangan alam(lingkungan). Hal inilah yang telah dilupakan atau diabaikan oleh sebagian besar manusia yang sedang intens dalam mengembangkan pertanian konvensional.

Para kapitalis berlomba dalam menciptakan senjata pamungkas yang dapat meningkatkan produksi tanaman/ternak serta menekan serangan hama dan penyakit. Tetapi semua yang diciptakan itu merusak kepada alam dan lingkungan sehingga dikhawatirkan suatu saat nanti alam akan rusak dan hancur serta tidak bersahabat lagi dengan manusia. Anak cucu manusia suatu saat nanti akan mengalami kondisi dimana alam akan tidak bisa memberikan apa yang mereka butuhkan.

Secara ilmiah maupun secara religius semua manusia memahami akan kondisi tersebut. Tetapi desakan ekonomi, desakan hidup mewah, dan desakan nafsu keserakahan telah menjadikan sebagian manusia menjadi makhluk penghancur dan makhluk perusak alam. Mereka asyik mengumpulkan rupiah dari hasl produk yang mereka ciptakan. Sementara perkembangan tersebut juga secara perlahan dan pasti telah merubah pemahan dan perilaku para petani, rakyat kecil yang hanya mengharapkan hasil dari upaya yang dilakukannnya dengan alam (pertanian). Petani yang telah biasa dan telah diracuni dengan bahan kimia buatan seperti pupuk dan pestisida telah mempunyai pemahaman yang sangat tidak tepat. Mereka merasa bahwa tanaman tdak akan tumbuh baik kalau tidak dipupuk begitu juga dengan penggunaan pestisida. Tanaman tidak akan sehat kalau hama dan penyakit tidak dibasmi dengan pestisida.

Disamping pemahaman yang keliru tersebut, perilaku petani juga sudah berubah menjadi pekerja yang malas dan lebih suka bekerja ringan dan mudah. Istilah yang sekarang mengatakan bahwa petani lebih suka dengan yang “instant”, atau barang jadi. Bila ingin menyuburkan tanaman tinggal beli pupuk dan tinggal sebar, maka pekerjaan selesai, tunggu waktu panen untuk mendapatkan uang. Buda ya inilah yang sekarang menjadi salah satu faktor penghambat terbesar dalam peralihan ke pertanian alami atau lebih populer disebut sebagai “pertanian organik”.
Pelapisan Sosial dan Kesamaan Derajat dan Contoh Studi Kasusnya

       I.            Pelapisan Sosial Dan Kesamaan Derajat

Ø  Terjadinya pelapisan sosial
o   Terjadi dengan sendirinya.
Proses ini berjalan sesuai dengan pertumbuhan masyarakat itu sendiri. Adapun orang-orang yagn menduduki lapisan tertentu dibentuk bukan berdaarkan atas kesengajaan yang disusun sebelumnya oleh masyarakat itu, tetapi berjalan secara alamiah dengan sendirinya. Oleh karena sifanya yang tanpa disengaja inilah maka bentuk pelapisan dan dasar dari pada pelaisan ini bervariasi menurut tempat, waktu dan kebudayaan masyarakat dimanapun sistem itu berlaku. Pada pelapisan yang terjadi dengan  sendirinya, maka kedudukan seseorang pada suatu strata tertentu adalah secara otomatis, misalnya karena usia tua, karena pemilikan kepandaian yang lebih, atau kerabat pembuka tanah, seseorang yang memiliki bakat seni, atau sakti.

o   Terjadi dengan disengaja
Sistem palapisan ini disusun dengan sengaja ditujuan untuk mengejar tujuan bersama. Didalam pelapisan ini ditentukan secar jelas dan tegas adanya wewenang dan kekuasaan yang diberikan kepada seseorang. Dengan adanya pembagian yang jelas dalam hal wewenang dan kekuasaanini, maka didalam organisasi itu terdapat peraturan sehingga jelas bagi setiap orang yang ditempat mana letakknya kekuasaan dan wewenang yang dimiliki dan dalam organisasi baik secar vertical maupun horizontal.sistem inidapat kita lihat misalnya didalam organisasi pemeritnahan, organisasi politik, di perusahaan besar. Didalam sistem organisasi yang disusun dengan cara ini mengandung dua sistem ialah :
-Sistem fungsional ; merupakan pembagian kerja kepada kedudukan yang tingkatnya berdampingan dan harus bekerja sama dalam kedudukan yang sederajat, misalnya saja didalam organisasi perkantoran ada kerja sama antara kepala seksi, dan lain-lain
-Sistem scalar : merupakan pembagian kekuasaan menurut tangga atau jenjang dari bawah ke atas (vertikal

Ø  Pembagian sistem Pelapisan Menurut Sifatnya
Menurut sifatnya maka sistem pelapisan dalam masyarakat dapat dibedakan menjadi 
o   Sistem pelapisan masyarakat yang  tertutup
Didalam sistem ini perpindahan anggota masyarakt kepelapisan yang lain baik ke atas maupun ke bawah tidak mungkin terjadi, kecuali ada hal-hal yang istimewa. Didalam sistem yang demikian itu satu-satunya jalan untuk dapat masuk menjadi anggota dari suatu lapisan dalam masyarakat adalah karena kelahiran. Sistem pelapisan tertutup kita temui misalnya di India yang masyaraktnya mengenal sistem kasta
o   Sistem pelapisan masyarakat yang terbuka
Didalam sistem ini setiap anggota masyarakat memiliki kesempatan untuk jatuh ke pelapisan yang ada dibawahnya atau naik ke pelapisan yang di atasnya. Sistem yang demikian dapat kita temukan misalnya didalam masyarakat Indonesia sekarang ini. Setiap orang diberi kesempatan untuk menduduki segala jabatan bisa ada kesempatan dan kemampuan untuk itu. Tetapi di samping itu orang jug adapt turun dari jabatannya bila ia tidak mampu mempertahankannya.. Status (kedudkan) yang diperoleh berdasarkan atas usaha sendiri diebut “achieved status”

Kesamaan Derajat
Cita-cita kesamaan derajat sejak dulu telah diidam-idamkan oleh manusia. Agama mengajarkan bahwa setiap manusia adalah sama. PBB juga mencita-citakan adanya kesamaan derajat. Terbukti dengan adanya universal Declaration of Human Right, yang lahir tahun 1948 menganggap bahwa manusia mempunyai hak yang dibawanya sejak lahir yang melekat pada dirinya. Beberapa hak itu dimiliki tanpa perbedaan atas dasar bangsa, ras, agama atau kelamin, karena itu bersifat asasi serta universal.
Indonesia, sebagai Negara yang lahir sebelum declaration of human right juga telah mencantumkan dalam paal-pasal UUD 1945 hak-hak azasi manusia. Pasal 2792) UUD 1945 menyatakan bahwa, tiap-tiap warganegara  berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal 29(2) menyatakan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.

Elite dan Massa
Dalam masyarakat tertentu ada sebagian penduduk ikut terlibat dalam kepemimpinan, sebaliknya dalam masyarakat tertentu penduduk tidak diikut sertakan. Dalam pengertian umum elite menunjukkan sekelompok orang yang dalam masyarakat menempati kedudukan tinggi. Dalam arti lebih khusus lagi elite adalah sekelompok orang terkemuka di bidang-bidang tertentu dan khususnya golongan  kecil yang memegang kekuasaan.
Ada dua kecenderungan untuk menetukan elite didalam masyarakat yaitu : perama menitik beratakan pada fungsi sosial dan yang kedua, pertimbangan-pertimbangan yang bersifat moral.
Isilah massa dipergunakan untuk menunjukkan suatu pengelompokkan kolektif lain yang elementer dan spotnan, yang dalam beberapa hal menyerupai crowd, tetapi yang secara fundamental berbeda denganny adalam hal-hal yang lain. Massa diwakili oleh orang-orang yang berperan serta dalam perilaku misal seperti mereka yang terbangkitkan minatnya oleh beberap peristiwa nasional, mereka yang menyebar di berbagai tempat, mereka yang tertarik pada suatu peristiwa pembunuhan sebagai dibertakan dalam pers atau mereka yang berperanserta dalam suatu migrasi dalam arti luas. Ciri-ciri massa adalah : 
1.      Keanggotaannya berasal dari semua lapisan masyarakat atau strata sosial, meliputi orang-orang dari berbagai posisi kelas yang berbeda, dari jabatan kecakapan, tignkat kemakmuran atau kebudayaan yang berbeda-beda. Orang bisa mengenali mereka sebagai masa misalnya orang-orang yang sedang mengikuti peradilan tentang pembunuhan misalnya malalui pers
2.      Massa merupakan kelompok yagn anonym, atau lebih tepat, tersusun dari individu-individu yang anonym.
3.      Sedikit interaksi atau bertukar pengalaman antar anggota-anggotanya





    II.            Studi Kasus Mengenai Pelapisan Sosial

o   Orang-orang akan berusaha untuk berprestasi atau berusaha untuk maju karena adanya kesempatan untuk pindah strata. Kesempatan ini mendorong orang untuk mau bersaing, dan bekerja keras agar dapat naik ke strata atas.
Contoh: Seorang anak miskin berusaha belajar dengan giat agar mendapatkan kekayaan dimasa depan.
o   Mobilitas sosial akan lebih mempercepat tingkat perubahan sosial masyarakat ke arah yang lebih baik.
Contoh: Indonesia yang sedang mengalami perubahan dari masyarakat agraris ke masyarakat industri. Perubahan ini akan lebih cepat terjadi jika didukung oleh sumber daya yang memiliki kualitas. Kondisi ini perlu didukung dengan peningkatan dalam bidang pendidikan.

o   Transportasi jika ditilik dari sisi sosial lebih merupakan proses afiliasi budaya dimana ketika seseorang melakukan transportasi dan berpindah menuju daerah lain maka orang tersebut akan menemui perbedaan budaya dalam bingkai kemajemukan Indonesia. Disamping itu sudut pandang sosial juga mendeskripsikan bahwa transportasi dan pola-pola transportasi yang terbentuk juga merupakan perwujudan dari sifat manusia.
Contohnya, pola pergerakan transportasi penduduk akan terjadi secara massal dan masif ketika mendekati hari raya. Hal ini menunjukkan perwujudan sifat manusia yang memiliki tendesi untuk kembali ke kampung halaman setelah lama tinggal di perantauan.
Pada umumnya perkembangan sarana transportasi di Indonesia berjalan sedikit lebih lambat dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Malaysia dan Singapura. Hal ini disebabkan oleh perbedaan regulasi pemerintah masing-masing negara dalam menangani kinerja sistem transportasi yang ada. Kebanyakan dari Negara maju menganggap pembangunan transportasi merupakan bagian yang integral dari pembangunan perekonomian. Pembangunan berbagai sarana dan prasarana transportasi seperti halnya dermaga, pelabuhan, bandara, dan jalan rel dapat menimbulkan efek ekonomi berganda (multiplier effect) yang cukup besar, baik dalam hal penyediaan lapangan kerja, maupun dalam memutar konsumsi dan investasi dalam perekonomian lokal dan regional.

Kurang tanggapnya pemerintah dalam menanggapi prospek perkembangan ekonomi yang dapat diraih dari tansportasi merupakan hal yang seharusnya dihindari. Sistem transportasi dan logistik yang efisien merupakan hal penting dalam menentukan keunggulan kompetitif dan juga terhadap pertumbuhan kinerja perdagangan nasional dalam ekonomi global. Jaringan urat nadi perekonomian akan sangat tergantung pada sistem transportasi yang andal dan efisien, yang dapat memfasilitasi pergerakan barang dan penumpang di berbagai wilayah di Indonesia.

Seperti yang dijelaskan diatas seiring dengan berkembangnya sector industri dan teknologi transportasi terjadi perubahan juga dari “kebutuhan” menjadi “gaya hidup”. Seseorang enggan menggunakanangkutan kota dan lebih memilihberkendara sengan kendaraan pribadi karena lebih efisian.maksudnya dapat sampai ditempat tujuantanpa harus berganti kendaraan.Selain itu kendaraan pribadi memberi nilai lebih bagi pemiliknya. Mereka yang mempunyai kendaraan lebih bagus atau mewah dari pada yang lain maka akan berkedudukan diatas yang lainnya yang tidak mempunyai kendaraan yang lebih mewah. Mewah tidaknya kendraan dan banyaknya kendaraa pribadi yang dimiliki menempatkan pemiliknya pada status social yang lebih tinggi.


Rabu, 23 Oktober 2013

STRATEGI PEMBERDAYAAN PETANI

Dalam setiap kegiatan pemberdayaan masyarakat perlu dilandasi oleh strategi kerja yang tepat demi keberhasilannya mencapai tujuan yang diinginkan. Pada kegiatan pemberdayaan secara umum petani dipandang sebagai pelaku utama. Hal ini dikarenakan gambaran masyarakat tentang petani yang selalu lekat dengan kemiskinan, pendidikan rendah dan sebagai objek dari berbagai program pembangunan pertanian. Oleh karena itu, perlu adanya strategi pemberdayaan yang tepat sehingga dapat melepaskan petani gambaran tersebut.
Dalam melakukan pemberdayaan pembangunan pertanian, prinsip-prinsip dasar yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :
1.      Belajar dari masyarakat. Pemberdayaan masyarakat harus merupakan proses yang berasal dari, oleh dan untuk masyarakat.
2.      Masyarakat tani harus diperankan sebagai pelaku utama, sedangkan penyuluh sebagai fasilitator, bukan sebagai guru.
3.      Belajar bersama dengan tukar pengalaman. Pengalaman dan pengetahuan tradisional msyarakat harus diakui, sedangkan pengetahuan dari luar atau inovasi harus dipilih secara arif dan diharapkan dapat menutupi atau melengkapi kelemahan pengetahuan.
4.      Mendahulukan  kepentingan masyarakat setempat, dimana para pendamping atau fasilitator harus berdialog dengan masyarakat setempat yang kadangkala kurang memahami secara mendalam apa kebutuhan prioritas yang mendasar dalam kehidupannya dan membesarkan harapannya agar timbul kepercayaan diri dalam melaksanakan kegiatannya.
5.      Membangkitkan kepercayaan diri. Para pendamping/fasilitator harus mampu membantu mengidentifikasi nilai-nilai positif dari kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki masyarakat tradisional. Agar mereka memiliki kepercayaan diri dalam melibatkan diri atau berperan dalam suatu program pembangunan.
6.      Berorientasi pada proses. Para pendamping/fasilitator tidak lagi beroroientasi pada target, tapi pada proses meskipun membutuhkan waktu yang lama. Masyarakat diharapkan berpartisipasi dalam perencanaan, implementasi dan pemantauan serta evaluasi program.
Strategi pemberdayaan masyarakat tani pada dasarnya mempunyai tiga arah, yaitu sebagai berikut:
1.      Pemihakan dan pemberdayaan masyarakat
2.      Pemantapan otonomi dan pendelegasian wewenang dalam pengelolaan pembangunan yang mengembangkan peran serta masyarakat
3.      Modernisasi melalui penajamn arah perubahan struktur sosial ekonomi, kesehatan, budaya dan politik yang bersumber dari partisipasi masyarakat.
Mengacu pada Korten (1998), Sumaryadi mengemukakan adanya lima generasi strategi pemberdayaan, yaitu:
1)      Generasi yang mengutamakan relief and welfare, yaitu strategi yang lebih mengutamakan pada kekurangan dan kebutuhan setiap individu dan masyarakat, seperti: sandang, pangan, perumahan, kesehatan dan pendidikan.
2)      Generasi strategy community development atau small scale reliant local development, yang lebih mengutamakan pada kesehatan, penerapan teknologi tepat guna dan pembangunan infrastruktur. Strategi ini tidak mungkin dilakukan dengan pendekatan pembangunan dari atas, tetapi harus dengan pendekatan dari bawah.
3)      Generasi sustainable system development yang lebih mengharapkan terjadinya perubahan kebijakan pada tingkat regional dan nasional. Melalui strategi ini diharapkan terjadi perubahan kebijakan yang keluar dari tingkat daerah ke tingkat regional, nasional dan internasional.
4)      Generasi untuk mengembangkan gerakan masyarakat melalui pengorganisasian masyarakat, identifikasi masalah dan kebutuhan local, serta mobilisasi sumberdaya lokal yang ada dan dapat dimanfaatkan dalam pembangunan. Strategi ini tidak hanya mempengaruhi kebijakan, tetapi sekaligus juga mengharapkan terjadinya perubahan di dalam pelaksanaannya.
5)      Generasi pemberdayaan masyarakat yang memperhatikan arti penting perkembangan, teknologi, persaingan dan kerjasama. Generasi ini memperjuangkan runga gerak yang lebih terbuka terhadap kemampuan dan keberanian masyarakat dan pengakuan pemerintah terhadap inisiatif lokal.

Dalam hubungan ini, menurut Ismawan (Priyono 1996) menetapkan adanya lima program strategi pemberdayaan yang terdiri dari:
1.      Pengembangan sumberdaya manusia
Dalam hal ini, para petani didorong untuk meningkatkan dan mengembangkan keahlian dan keterampilannya dalam berusaha tani, sehingga mereka tidak kalah bersaing
2.      Pengembangan kelembagaan kelompok
Diperlukannya suatu program untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas serta efektivitas kelembagaan dan kelompok tani dalam menjalankan peranannya untuk mendukung usaha para petani.
3.      Pemupukan modal masyarakat
Kendala yang sering dihadapi oleh para petani adalah kurangnya modal yang mereka miliki dan sulitnya dalam memperoleh modal uuntuk usaha mereka. Sehingga perlu adanya program yang dapat membantu petani dalam memperoleh dan mengelola modal tersebut untuk usahanya.
4.      Pengembangan usaha produktif
Dalam hal ini, adalah bagaimana memberdayakan petani agar mereka mampu mengembangkan usaha taninya menjadi lebih produktif dan efisien. Sehingga dapat meningkatkan pendapatan mereka.
5.      Penyediaan informasi tepat-guna
Teknologi dan informasi merupakan suatu hal yang sangat penting dalam mengembangkan usaha para petani. Oleh karena itu, perlu adanya ketersedian teknologi dan informasi secara tepat-guna yang dapat mereka manfaatkan secara optimal.

Beberapa pendekatan dan strategi dalam pemberdayaan masyarakat (Karsidi, 2001) menuju kemandirian petani kecil, dapat ditempuh dengan berbagai upaya sebagai berikut:
a.         Memulai dengan tindakan mikro dan lokal. Proses pembelajaran rakyat harus dimulai dengan tindakan mikro dan lokal, namun memiliki konteks makro dan global. Dialog mikro-makro harus terus-menerus menjadi bagian pembelajaran masyarakat agar berbagai pengalaman mikro dapat menjadi policy input dan policy reform sehingga memiliki dampak yang lebih luas. Petugas pemberdayaan/pendamping masyarakat tani dan nelayan kecil seyogyanya diberikan kebebasan untuk mengembangkan pendekatan dan cara yang sesuai dengan rumusan tuntutan kebutuhan setempat/lokal di wilayah tugasnya masing-masing.
b.         Pengembangan sektor ekonomi strategis sesuai dengan kondisi lokal (daerah). Karena masing-masing daerah potensinya berbeda, maka kebijakan yang akan diberlakukan juga berbeda antar daerah. Pemberlakuan kebijakan secara seragam untuk semua daerah harus ditinggalkan.
c.         Mengganti pendekatan kewilayahan administratif dengan pendekatan kawasan. Pemberdayaan masyarakat tidak mungkin didasarkan atas kewilayahan administratif. Pendekatan kewilayahan administratif adalah pendekatan birokrasi/kekuasaan. Pendekatan kawasan berarti lebih menekankan pada kesamaan dan perbedaan potensi yang dimiliki oleh suatu kawasan tertentu. Dengan pendekatan ini akan memungkinkan terjadinya pemberdayaan masyarakat dalam skala besar dan lebih lanjut akan memungkinkan terjadinya kerjasama antar kawasan yang lebih produktif.
d.        Membangun kembali kelembagaan masyarakat. Peranserta masyarakat menjadi keniscayaan bagi semua upaya pemberdayaan masyarakat, jika tidak dibarengi munculnya kelembagaan sosial, ekonomi dan budaya yang benar-benar diciptakan oleh masyarakat sendiri. Misalnya lumbung desa dan organisasi lokal lainnya dipersilahkan tetap hidup.
e.         Mengembangkan penguasaan pengetahuan teknis. Perlu dipahami bersama bahwa desakan modernisasi telah menggusur ilmu pengetahuan dan teknologi lokal dan menciptakan ketergantungan masyarakat lokal pada input luar serta hilangnya kepercayaan diri yang sangat serius. Temuan-temuan lokal oleh petani dan nelayan setempat harus mendapatkan pengakuan sejajar dan dipersilahkan bebas berkompetisi dengan inovasi baru dari luar. Pola penyuluhan yang bersifat sentralistik, topdown dan linier (Sumardjo, 1998) perlu diubah menjadi pendekatan yang lebih dialogis dan hadap masalah.
f.          Pengembangan kesadaran pelaku ekonomi. Karena peristiwa ekonomi juga merupakan peristiwa politik atau lebih dikenal dengan politik ekonomi, maka tindakan yang hanya ber-orientasi memberikan bantuan teknis jelas tidak memadai. Pemberdayaan yang diperlukan adalah tindakan berbasis pada kesadaran masyarakat untuk membebaskan diri dari belenggu kekuatan ekonomi dan politik yang menghambat proses demokratisasi ekonomi. Komitmen para petugas pemberdayaan masyarakat dan lembaga-lembaga terkait pada pengembangan kemandirian petani dan nelayan kecil merupakan sesuatu yang sangat diperlukan.
g.         Membangun jaringan ekonomi strategis. Jaringan strategis akan berfungsi untuk mengembangkan kerjasama dalam mengatasi keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki kelompok ekonomi satu dengan lainnya baik dalam bidang produksi, pemasaran, teknologi dan permodalan. Salah satu yang sudah waktunya dibangun adalah jaringan infrastruktur telekomunikasi dan sistim informasi pendukungnya yang memanfaatkan seperti internet untuk membuka pintu gerbang seluas-luasnya bagi petani dan nelayan atas informasi yang diperlukan bagi pengembangan usahanya ( setidanya memalui mediasi para petugas penyuluh/pendamping pemberdayaan masyarakat).
h.         Kontrol kebijakan. Agar kebijakan pemerintah benar-benar mendukung upaya pemberdayaan masyarakat, maka kekuasaan pemerintah harus dikontrol. Sebagai contoh adalah keikutsertaan organisasi petani dan nelayan dalam proses pengambilan keputusan tentang kebijakan pertanian dan perikanan.
Menurut Suharto (1997), terdapat lima aspek penting yang dapat dilakukan dalam melakukan pemberdayaan petani miskin, yaitu:
1)      Motivasi
Setiap masyarakat perlu didorong untuk membentuk kelompok yang mengorganisir dan melaksanakan kegiatan pengembangan masyarakat. Kemudian mereka akan dimotivasi untuk terlibat dalam kegiatan peningkatan pendapatan dengan menggunakan sumber-sumber dan kemampuan mereka sendiri.
2)      Peningkatan kesadaran dan pelatihan kemampuan
Peningkatan kesadaran masyarakat dapat dicapai melalui pendidikan dasar, perbaikan kesehatan dan sanitasi. Sedangkan keterampilan dapat dikembangkan dengan cara-cara partisipatif.
3)      Manajemen diri
Setiap kelompok masyarakat harus mempu memilih pemimpin mereka sendiri dan mengatur kegiatan mereka sendiri, serta diberi wewenang untuk melaksanakannya.
4)      Mobilisasi sumberdaya
Untuk memobilisasi sumberdaya masyarakat, diperlukan pengembangan metode untuk menghimpun sumber-sumber individual melalui tabungan regular dan sumbengan sukarela dengan tujuan menciptakan modal sosial.
5)      Pembangunan dan pengembangan jejaring
Pengorganisasian kelompok-kelompok masyarakat perlu disertai dengan peningkatan kemampuan para anggotanya membangun dan mempertahankan jaringan dengan berbagai sistem sosial disekitarnya. Jaringan ini sangat penting dalam menyediakan dan mengembangkan berbagai akses terhadap sumber dan kesempatan bagi peningkatan keberdayaan masyarakat miskin.
Dengan memperhatikan berbagai pandangan termasuk bias-bias terhadap konsep pemberdayaan, beberapa langkah strategi harus ditempuh melaui pemberdayaan, yaitu: Pertama, peningkatan akses ke dalam aset produksi (productive assets): bagi masyarakat yang masih dominan dalam ekonomi rakyat, modal produktif utama adalah tanah. Disamping itu akses masyarakat petani kepada lingkungan hidup yang sehat dan tidak tercemar akan mengurangi beban dan menambah produktivitas masyarakat. Masalah yang paling mendasar dalam rangka transformasi struktural ini ternyataa adalah akses dalamdana. Tersedianya kredit yang memadai dapat menciptakan pembentukan modal bagi usaha rakyat sehingga dapat meningkatkan produksi pendapatan serta menciptakan surplus yang dapat digunakan untuk membayar kembali kreditnya dan melakukan pemupukan modal. Secara mendasar dan sesuai denagn tujuan membangun kemandirian masyarakat perdesaan adalah membangun lembaga pendanaan perdesaan yang dimiliki, dikelola, dan hasilnya dinikmati rakyat sendiri, amatlah strategis sifatnya.

Tidak kurang penting pula adalah akses dalam teknologi. Dalam hal ini, kita tidak berbicara tentang teknologi tinggiyang rumit tetapi teknologi sederhana yang aplikasinya dapat meningkatkan produktivitas atau keterjaminan produksi dan segera memberi hasil berupa peningkatan pendapatan. Misalnya, pengetahuan mengenai penetasan telur itik, pemeliharaan ikan di kolam kecil, menanam sayur di lahan kering, pengaturan atau pengelolaan sumber air. Kedua, memperkuat posisi transaksi dan kemitraan usaha ekonomi rakyat sebagai produsen dan penjual posiis dan kekuatan rakyat dalam perekonomian saangatlah lemah. Mereka adalah price taker karena jumlahnya yang sangat banyak dengan pangsa pasar masing-masing sangatlah kecil. Khusus untuk yang bergerak di sektor masyarakat bahan pangan, umumnya penawaran rakyat hampir inelastis sempurna. Mereka tidak dapat menambah atau mengurangi persediaan secara cepat dengan naik taau turunnya harga. Terlebih lagi sifat produknya umumnya tidak tahan lama. Untuk memperbaikinya, kualitas produk harus ditingkatkan, pertama-tama rakyat harus dibantu dengan sarana dan prasarana perhubungan yang akan memperlancar pemasaran produknya, selain itu, rakyat harus pula diorganisasikan untuk bersama-sama memasarkan hasil produksinya sehingga sedikit banyak memperkuat posisinya. Wadah koperasi amat cocok untuk kegiatan ini, meskipun tidak harus satu-satunya. Unsur penting lainnya adalah informasi pasar mengenai kecenderungan permintaan pasar domestik maupun pasar internasional, harga, kualitas, standar, dan sebagainya sehingga produksi rakyat sejalan dengan permintaan pasar. Ini tentunya tidak hanya semata tugas pemerintah, tetapi juga dunia usaha untuk membantu.

                            Lebih lanjut, perlu diingat bahwa kegiatan pemberdayaan masyarakat petani dapat dilihat sebagai suatu proses “alih-teknoligi” atau perantara penghubung antara “kegiatan penelitian dan “penerapan teknologi” yang dilaksanakan oleh masyarakat sebagai penggunaan hasil-hasil penelitian.
                     Sehubungan dengan adanya ketertarikan antara: penelitian, peberdayaan, dan kegiatan masyarakat tersebut, lebih lanjut dapat digambarkan tentang model-model ketertarikan dan pihak-pihak yang perlu dilibatkan di dalamnya.
                     Lebih lanjut, sebagai pertimbangan penentuan strategi yang akan diterapkan, perlu diperhatikan beberapa hal yang menyangkut:
1)      Spesifikasi tujuan pemberddayaan untuk mencapai penerima manfaat pembangunan;
2)      Identifikasi katagori masyarakat petani;
3)      Perumusan strategi pemberdayaan untuk penerapan teknologi;
4)      Pemilihan metoda pemberdayaan yang diterapkan.
(1). Kebijakan dan Tujuan Pembangunan
                     Salah satu hal yang harus diingat sebelum melaksanakan pemberdayaan masyarakat, adalah; perlu adanya ketegasan tentang kebijakan dalam kaitan untuk mencapai tujuan pembangunan, baik untuk tingkat nasional, regional, maupun di tingkat lokal. Adanya ketegasan mengenai kebijakan masyarakat ini, akan sangat menentukan, seberapa jauh aktivitas yang akan dilaksanakan oleh penguasa wilayah dan aparat pemberdayaan masyarakat itu sendiri untik menggerakkan partisipasi masyarakat petani  demi tercapainya tujuan pembangunan yang diinginkan. Karena itu, setrategi awal yang harus diterapkan dalam pelaksanaan fasilitatoran adalah: harus diupayakan adalah komitmen penguasa terhadap pentingnya pembanggunan pertanian dan kaitanya dengan pembangunan masyarakat petani dalam arti luas, yang dinyatakan dalam bentuk kebijakan masyarakat umtuk trtcspsinys tujuan pembangunan.
(2). Alternatif teknologi masyarakat yang diterapkan
                     Teknologi masyarakat, pada dasarnya dapat dibedakan menjadi 4 macam yaitu: teknologi hemat tenaga, teknologi hemat lahan, teknologi yang bersekala netral, dan teknologi tepat guna, yang masing-masing memiliki karateristik sendiri serta menuntut kondisi wilayah tertentu untuk dapat disalurkan dengan baik. Sehubungan dengan itu, pemilihan strategi pemberdayaan harus memperhatikan tipe-tipe teknologi yang ingin disuluhkan untuk diterapkan masyarakat penetima manfaatnya. Baik yang berkaiatan dengan kesesuaian itu sendiri, maupun karateristik mayarakat yang dijadikan penerima pemanfaat pemberdayaan.
(3). Pengkajian ulang terhadap startegi pemberdyaan
                     Sudah sejak lama, strategi pemberdayaan yang dilaksanakan selalu mengacu pada teori difusi, yakni menggunakan masyarakat petani lapisan atas sebagai penerima manfaat utama pemberdayaan. Startegi ini dipilih, karena proses adopsi inofasi akan relatif lebih cepat. Untuk kemudian, melalui proses difusi, diharapkan masyarakat petani-perintis akan dijadikan anutan oleh para masyarakat lain.
                     Strategi ini ternyata berakibat pada semakin lebernya kesenjangan keadaan sosisal ekonomi antar kelompok-masyarakat petani, hal ini terjadi karena:
a)      Keengganan kelompok perintis untuk menyebar luaskan keberhasilannya kepada kelompok masyarakat petani lainnya.
b)      Keengeanan kelompok masyarakat yang lain untuk meniru keberhasilan masyarakat petani perintis.
Dengan demikian, setiap upaya pemberdayaan masyarakat petani kiranya perlu mengkaji kembali startegi pemberdayaan yang dapat menjamin semua kelompok masyarakat petani dapat menikmati/memperoleh informasi pemberdayaan masyarakat secara seimbang.
(4). Identifikasi katagori masyarakat
                     Pada kenyataanya, kegiatan pemberdayaan akan berhadapan dengan penerima pemanfaat pemberdayaan yang sangat beragam, baik ragam kondisi wilahyahnya, maupun keragaman keadaan sosial ekonominya. Karena itu, strategi pemberdayaan masyarakat yang akan diterapkan harus selalu memperhatikan tujuan pemberdayaan dan kaitanya dengan keragaman keadaan penerima manfaat, serta harus diupayakan untuk selalu dapat menebus kendala-kendala yang biasanya muncul dari keragaman-keragaman keadaan penerima manfaat itu.
                     Beberapa keragaman yang sering menjadi kendala pemberdayaan masyarakat adalah:
a)      Keragaman zona ekologi masyarakat petani, yang seringkali hanya cocok untuk komoditi-komoditi tertentu dan teknologi tertentu yang diterapkan;
b)      Keragaman dalam kemampuan untuk menyediakan sumber daya yang diperlukan(pengetahuan, keterampilan, dana, kelembagaan);
c)      Keragaman jenis kelamin, yang bersama-sama dengan nilai-nilai sosial budaya sering muncul sebagai kendala dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat petani.
d)     Keragaman umur penerima manfaat.
e)      Sehubungan dengan masalah ini, strategi pemberdayaan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a)      Pemetaan wilayah pemberdayaan yang akan dilayani, khususnya pemetaan wilayah berdasarkan keragaman keadaan ekologi masyarakat petaninnya;
b)      Upaya melibatkan seluruh lapisan masyarakat, baikyang berkaitan dengan katagori masyarakat berdasarkan keinovatifannya, kemampuannya menyediakan sumberdaya, jenis kelamin, dan umurnya dalam kegiatan pemberdayaan;
c)      Pengembangan rekomendasi teknologi tepat guna;
(5). Perumusan strategi pemberdayaan untuk penerapan teknologi
                     Kulp (1977), mengemukakan pentingnya kegiatan pemberdayaan yang harus dilaksanakan pada tahapan-tahapan pembangunan masyarakat yang terdiri atas 6 tahap yaitu:
a)      Tahap pra-pembangunan. Pada tahap ini, kegiatan pemberdayaan masyarakat petani belum dilaksanakan, tetapi sedang dipersiapkan;
b)      Tahap eksperimental. Pada tahapan ini, pemberdayaan masyarakat diharapkan sudah mencapai 1-20% masyarakat petani, yakni untuk dijadikan pelakssanaan pengujian;
c)      Tahap pengembangan komoditi. Pada tahap ini, pemberdayaan masyarakat diharapkan sudah harus 20-40% masyarakat petani, untuk mengadopsi penerpan input-input baru;
d)     Tahap pengembangan yang komperhensif. Pada tahapan ini, pemberdayaan diharapkan telah menjangkau 100% masyarakat petani yang dilibatkan dalam keseluruhan proses usahatani yang mencakup: alokasi sumberdaya, pengorganisasian masyarakat, pemasaran, serta upaya-upaya untuk mengubah perilaku masyarakat petani yang subsisten ke masyarakat komersil;
e)      Tahapan diversifikasi usaha-tani bernilai tinggi. Pada tahapan ini, pemberdayaan juga diharapkan telah menjangkau 100% masyarakat yang dilibatkan pada usaha-tani komersial yang memproduksi produk-produk masyarakat pettani yang bernilai tinggi.
f)       Tahapan intensifikasi modal. Pada tahap ini, pemberdayaan juga diharapkan telah menjangkau 100%masyarakat dilibatkan dalam upaya pemanfaatan lahan secara optimal dengan penggunan modal yang semakin intensif.
Di samping itu perumusan strategi pemberdayaan masyarakat juga harus diarahkan untuk meningkatkan keterlibatan kaum permpuan dan generasi muda dalam pemberdayaan masyarakat petani. Khususnya yang menyangkut peningkatan peran wanita/permpuan dalam pemberdayaan masyarakat petani, perlu diperhatikan bahwa:
a)      Kaum perempuan terbukti memberikan kontribusi yang besar dalam masyarakat, tetapi masih jarang dilibatkan dalam pertemuan-pertemuan pemberdayaan masyarakat petani;
b)      Kaum perempuan belum memperoleh perhatian yang sederajat dengan kaum pria, baik dalam kegiatan pemberdayaan maupun dalam pelaksanaan seluruh kegiatan masyarakat dalam bidang pertanian.
Sedangkan berkaitan dengan peningkatan peran generasi muda, perlu dilaksanakan kegiatan-kegiatan pemberdayaan yang bertujuan untuk menyiapkan mereka sebagai masyarakat komersial yang tangguh dimasa depan. Beberapa program/kegiatan yang perlu dirancang adalah:
a)      Pengembangan kepemimpinan, untuk menyiapkan mereka sebagai pelopor pembangunan masa depan;
b)      Kewargaan-negara, untuk memupuk rasa tanggungjawab sebagai warga negara yang peka terhadap masalah-masalah pembangunan nasional dan selalu sadar tentang perlunya pembangunan;
c)      Pengembangan pribadi, khususnya yang berkaitan dengan perilaku, kepercayaan diri, dan keterampilan mengemukakan pendapat melalui latihan berorganisasi;
d)     Pengembangan karier untuk masa depan.
(6). Pemilihan strategi pemberdayaan masyarakat petani
                     Strategi pemberdayaan masyarakat efektif, perlu dirancang sesuai dengan kebutuhannya, khususnya yang berkaitan dengan tingkat adopsi yang sudah ditunjukan oleh masyarakat petani penerima manfaatnya. Berkaitan dengan strategi pemberdayaan masyarakat Van De Ban dan Hawkins (1985) menawarkan adanya tiga strategi yang dapat dipilih, yaitu: rekayasa sosial, pemasaran sosial, dan partisipasi sosial.
                     Bertolak dari tawaran pilihan strategi tersebut, Mardikanto (1995) menyatakan bahwa, meskipun strategi partisipatif dapat dinilai sebagai strategi terbaik, sesungguhnya tidak ada strategi pemberdayaan yang selalu efektif dan “baik” untuk semua penerima manfaat, karena pilihan strategi tergantung motivasi fasilitator dan perlu memperhatikan kondisi kelompok penerima manfaat, yang olehnya dikemukakan dalam sebuah kontinum.

TO DO
FOR
AGENT
TO DO
TO PEOPLE
TO DO
FOR PEOPLE
TO DO
WITH PEOPLE
TO DO
BY
THE PEOPLE
Bekerja untuk kepuasan fasilitator
Merekayasa masyarakat
Memasarkan inovasi kepada masyarakat
Bekerja bersama masyarakat
Dari,oleh, untuk masyarakat

DAFTAR PUSTAKA


Hamdani, Chidmat. 2013. Strategi Pemberdayaan Petani. http://ppmkp.bppsdmp.deptan.go.id/index.php/artikel/umum/48-strategi-pemberdayaan-petani. (online) diakses pada 23 Oktober 2013.
Mardikanto, Totok dan Soebiant, Poewoko, 2012.Pemberdayaan Masyarakat dalam Prespektif Kebijakan Publik.Bandung.Alfabeta.
Karsidi, Ravik. 2001.Paradigma Baru Penyuluhan Pembangunan dalam Pemberdayaan Masyarakat. Dalam Pambudy dan A.K.Adhy (ed.): Pemberdayaan Sumberdaya Manusia Menuju Terwujudnya Masyarakat Madani, Bogor: Penerbit Pustaka Wirausaha Muda.

Welcome to Fiqolbi Blog's

semoga bermanfaat