I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Survey adalah mengadakan pemeriksaan, penyelidikan atau
peninjauan, melakukan
pengukuran seperti pada survey tanah (kamus bahasa Indonesia,1988). Survey adalah melihat-lihat atau inspeksi seperti melihat-lihat harga pasar (kamus Oxford,1961).
pengukuran seperti pada survey tanah (kamus bahasa Indonesia,1988). Survey adalah melihat-lihat atau inspeksi seperti melihat-lihat harga pasar (kamus Oxford,1961).
Survey tanah adalah penguraian karakteristik tanah disuatu
wilayah,mengklasifikasikan
nya kedalam suatu sistem tertent,menarik batas dari masing-masing satuan peta tanah,
kemudian menduga prilaku tanah dan bagaimana dampaknya dari pengelolaan tanah
tehadap lingkungannya(Van de Broek,1981; survey devision staff,1993).
nya kedalam suatu sistem tertent,menarik batas dari masing-masing satuan peta tanah,
kemudian menduga prilaku tanah dan bagaimana dampaknya dari pengelolaan tanah
tehadap lingkungannya(Van de Broek,1981; survey devision staff,1993).
Kebutuhan lahan yang semakin meningkat, langkanya lahan
pertanian yang subur dan potensial, serta adanya persaingan penggunaan lahan
antara sektor pertanian dan non-pertanian, memerlukan teknologi tepat guna
dalam upaya mengoptimalkan penggunaan lahan secara berkelanjutan. Untuk dapat
memanfaatkan sumber daya lahan secara terarah dan efisien diperlukan
tersedianya data dan informasi yang lengkap mengenai keadaan iklim, tanah dan
sifat lingkungan fisik lainnya, serta persyaratan tumbuh tanaman yang
diusahakan, terutama tanaman-tanaman yang mempunyai peluang pasar dan arti
ekonomi cukup baik. Data iklim, tanah, dan sifat fisik lingkungan lainnya yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman serta terhadap aspek manajemennya
perlu diidentifikasi melalui kegiatan survei dan pemetaan sumber daya lahan.
Data sumber daya lahan ini diperlukan terutama untuk
kepentingan perencanaan pembangunan dan pengembangan pertanian. Data yang
dihasilkan dari kegiatan survei dan pemetaan sumber daya lahan masih sulit
untuk dapat dipakai oleh pengguna (users) untuk suatu perencanaan tanpa
dilakukan interpretasi bagi keperluan tertentu. Evaluasi lahan merupakan suatu
pendekatan atau cara untuk menilai potensi sumber daya lahan. Hasil evaluasi
lahan akan memberikan informasi dan/atau arahan penggunaan lahan yang
diperlukan, dan akhirnya nilai harapan produksi yang kemungkinan akan
diperoleh. Adanya berbagai sistem atau metode yang digunakan dalam evaluasi
lahan tanpa mempertimbangkan tingkat dan skala peta dalam hubungannya dengan
ketersediaan dan kehandalan (accuracy) data, dapat mengakibatkan terjadinya
kerancuan dalam interpretasi dan evaluasi lahan. Sebagai contoh sistem Atlas
Format (CSR/FAO, 1983) yang pada awalnya ditujukan untuk keperluan evaluasi
lahan pada tingkat tinjau (reconnaissance) skala 1:250.000, sering juga
digunakan untuk evaluasi lahan pada skala yang lebih besar (semi detil atau
detil).
Hal ini mengakibatkan informasi dan data yang begitu lengkap
dari hasil pemetaan semi detil dan detil, tidak nampak peranannya dalam hasil
evaluasi lahan, sehingga hasil tersebut masih sulit digunakan untuk keperluan
alih teknologi dalam perencanaan pembangunan pertanian khususnya untuk skala mikro.
Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan adanya suatu Petunjuk Teknis Evaluasi
Lahan yang dapat digunakan sesuai dengan tingkat pemetaan dan skala
peta, serta tujuan dari evaluasi lahan yang akan dilakukan dalam kaitannya
dengan ketersediaan dan validitas data. Petunjuk teknis ini disusun mengacu
kepada “Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Pertanian Versi 3.0”
(Djaenudin et al., 2000), dan dirancang untuk keperluan pemetaan tanah tingkat
semi detil (skala peta 1:50.000).
1.2. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui
prinsip-prinsip survei tanah, satuan peta tanah, taksonomi dan
satuan peta dalam survei tanah.
II
PEMBAHASAN
Dalam melakukan survey tanah, terdapat beberapa
prinsip dasar yang harus dipahami prinsip tersebut akan di uraikan di
bawah ini.
2.1. Satuan Peta Tanah Dan
Satuan Taksonomi
Satuan peta tanah (satuan peta) dan satuan
taksonomi merupakan dua istilah yang berbeda. Satuan peta tanah merupakan
satuan yang dibatasi dilapangan berdasarkan pada kenampakan bentang alam (landscape). Satuan
taksonomi (satuan tanah) merupakan satuan yang diperoleh dari menentukan satu
selang sifat (Range in Cracteristic) tertentu dari
sifat-sifat tanah yang didefenisikan oleh suatu sistem klasifikasi tanah.
Setiap satuan peta tanah bisa berisi satu atau lebih satuan taksonomi tanah.
2.1.1. Satuan Peta Tanah
Satuan peta tanah ( soil mapping unit) atau
satuan peta terdiri atas kumpulan-kumpulan semua deliniasi tanah yang ditandai
oleh simbol, warna, nama atau lambang yang khas pada suatu peta. Delineasi
tanah (soil deliniation) adalah daerah yang dibatasi oleh suatu btas
tanah pada suatu peta. Umumnya peta tanah terdiri atas lebih dari satu satuan
peta. Data atau informasi dari masing-masing satuan peta yang terdapat dalam
peta tanah dijelaskan dalam legenda peta.
Satuan peta ialah satuan lahan yang mempunyai sistem
fisiografi/landform yang sama, yang dibedakan satu sama lain dilapangan oleh
batas-batas alami dan dapat dipakai sebagai suatu evaluasi lahan. Satuan-satuan
yang dihasilkan umunya berupa tumbuhan lahan yang memiliki ciri-ciri tertentu
yang dibedakan oleh batas-batas alami ditempat terjadinya perubahan ciri-ciri
yang paling cepat kearah lateral. Pendekatannya merupakan pendekatan
fisiografis.
Satuan peta disusun untuk menampung informasi penting dari
suatu lahan (poligon) tentang hal-hal yang berkaitan dengan survei tanah.
Satuan peta tanah harus dengan mudah dapat di kenali, diukur, dan dapat
dipetakan pada skala yang tersedia dari dari peta dasarnya, waktu yang
tersedia, kemampuan dari para pemetanya, dan tujuan dari surve tersebut.
Dalam taksonomi tanah dikenal istilah pedon dan polipedon.
Pedon dianggap terlalu kecil untuk dapat menunjukkan kenampakkan yang lebih
luas lereng dan permukaan berbatu. Polipedon, seperti dikemukakan dalam
taksonomi tanah, merupakan suatu satuan klasifikasi tumbuhan tanah dan homogen
pada tingkatan seri dan cukup luas untuk menggambarkan semua karakteristik
tanah yang dipertimbangkan dalam deskripsi dan klasifikasi tanah. Polipedon
jarang dapat bertindak sebagai sesuatu yang nyata untuk klasifikasi karena amat
sangat sulit menemukan batas suatu polipedon dilapangan dan karena adanya
kontradiksi dancircular nature dari konsep tersebut. Ahli tanah
mengklasifikasikan pedon tanpa memperhatikan batas ukurannya, yang secara sadar
atau tanpa disadari mengaitkan berbagai sifat-sifat yang lebih luas yang
dibutuhkan dari daerah sekitar tanah tersebut ke pedon. Polipedon mengaitkan
tubuh tanah nyata dialam kepada konsep mental dari klas taksonomi.
Oleh dari itu batasan dari polipedon ini secara konsepsional
awal sama dengan batasan dari seri tanah, yaitu yang merupakan kategori
terendah dari sistem klasifikasi taksonomi tanah. Dengan demikian, setiap
polipedon dapat diklasifikasikan dalam seri tanah, hanya saja bahwa seri tanah
mempunyai selang sifat yang lebih lebar dari pada polipedon. Polipedon
mempunyai luasan minimal > 1 m2 dan maksimalnya tak
terbatas.
Menurut Soil Survei Division Staff (1993), satuan peta merupakan
kumpulan daerah-daerah (area) yang didefenisikan dan komponen
tanah atau daerah anaeka atau kedua-duanya diberi nama yang sama. Setiap satuan
peta tanah berbeda dalam beberapa dengan yan lainnya dalam satu daerah survei
dan secara unik didefenisikan pada suatu peta tanah. Masing-masing daerah
(luasan) pada peta tersebut disebutdelineasi. Suatu peta terdiri atas 1
atau lebih komponen (taksa) tanah. Komponen individu dari suatu satuan peta
mewakili kumpulan polipedon-polipedon atau bagian-bagian polipedon yang
merupakan anggota dari taksa tersebut atau macam dari daerah aneka.
2.1.2. Satuan Taksonomi
Satuan taksonomi adalah sekelompok tanah dari satuan sistem
klasifikasi tanah ; masing-masing diwakili oleh suatu profil tanah yang
mencerminkan ‘central concept’ (konsep pusat) dengan sejumlah
kisaran menyimpan sifat-sifat dari konsep pusat tersebut. Jadi satuan taksonomi
tanah menentukan suatu selang tertentu dari sifat-sifat tanah dalam kaitannya
dengan selang sifat tanah secara total dalam suatu sistem klasifikasi tanah
tertentu. Pendekatannya merupakan pendekatan morfologik.
Satuan taksonomi tanah sering kali dibuat tanpa
mempertimbankan fakta-fakta yang ada dilapangan. Misalnya kita dapat saja
mengelompokkan tanah-tanah dengan lapisan-bawah warna kelabu sebagai kelas
tersendiri dan yang memiliki kontak litik yang dankal
sebagai kelas yang lain. Pengelompokan ini mungkin dapat didelineasi pada peta.
Tetapi pada umumnya sangat sukar dilakukan karena tidak terlihat dilapangan
secara lansung.orang yang melakukan klasifikasi atau pengelompokkan tadi
menciptakan konsep yang abstrak. Yang dapat diterima sebagai anggota suatu
kelas hanyalah tanah-tanah yang memenuhi sifat tertentu. Kelas yang berwarna
kelabu merupakan suatu taksa didalam sistem taksonomi, sebagai suatu pembagian
lebih lanjut dari tanah yang universal. Masing-masig nama tersebut akan
menunjuk semua tanah yang mempunyai sifat-sifat yang telah ditentukan.
Hampir tidak mungkin mendelineasi secara akurat pada peta
daerah yang benar-benar termasuk kedalam taksonomi dilapangan. Artinya tidak
seorangpun yang mampu memetakan tanah dengan satuan taksonomi. Semua tanah
tersembunyi dibawah permukaan. Han ya kenampakkan permukaan dan sifat-sifat
permukaan tanah yan terlihat dengan demikian tidak mungkin menulusurinya
dilapangan.
Menurut Van Wambeke Dan Forbes (1986), perbedaan yang
prinsip antara satuan taksonomi dan satuan peta adalah satuan taksonomi
merupakan suatu konsep yang dihasilkan dari membagi tanah sejagat (soil
universal) sedangkan satuan peta merupakan hasil ari pengelompokkan
delineasi tanah yang mempunyai nama, simbol, warna, atau lambang khas lainnya
yang sama pada suatu peta yang dapat dikenali, diukur, dan dipetakan dilapangan
denan mudah.
Komponen dari satuan peta tanah berbeda-beda, tergantung
pada skala survei tanah. Semakin besar skala peta tanah semakin banyak jumlah
pengamatan yang dilakukan dan semakin rendah kateori dari satuan
taksonomi.
Kenampakkan permukaan bentang-alam sangat
membantu pemeta dalam mendelineasi satuan peta tanah. Tanah-tanah yang berada
dalam suatu delineasi (Satuan) peta, seringkali tidak semuanya dapat
dikelompokkan kedalam satu satuan taksonomi, melainkan termasuk dua tau lebih
satuan taksonomi yang berbeda. Karena satuan peta mengikuti kenampakkan bentang-alam,
dapat dikatakan bahwa satuan peta itu benar-benar terdapat di alam dan dapat
dilihat serta diraba, sedankan satuan taksonomi merupakan satuan yang abstrak.
Klasifikasi (taksonomi) tanah merupakan pengembangan konsep
fikiran manusia. Dalam hal ini satuan taksonomi tanah adalah buatan manusia,
sedangkan satuan peta merupakan batas tanah sesungguhnya (merupakan tubuh tanah
alami).
Berikut adalah fungsi sistem klasifikasi tanah :
- Sebagai
media komunikasi bagi para pakar tanah, penyuluh, peneliti, dan lain-lain.
- Mengekstrapolasikan
hasil-hasi penelitian.
Beberapa
sistem klasifikasi tanah yang digunakan sebagai satuan taksonoi di indonesia
antara lain sistem Puslittan (1981) yang merupakan penyempurnaan dari sistem
Dudal dan Supraptohardjo (1957), sistem FAO-Unesco (1974 : 1998) dan sistem
soil taxsonomi USDA (siol survey staff, 1999, 2003).
2.2. Satuan Peta Tanah Dalam
Survei Tanah
Satuan peta tanah (SPT) dibuat tergantung tingkat ketelitian
urvei atau tingkat pemetaan yang dilakukan, sehingga satuan peta tanah dapat
memiliki kisaran karakteristik yang luas maupun sempit. Macam satuan peta tanah
menurut (Wambeke , & Forbes, 1986) ada 4, yaitu konsosiasi, asosiasi,
kompleks, dan kelompok tak dibedakan (‘undefferentiated groups’) yan
dibagi menjadi dua kelompok yaitu :
1. Satuan peta tanah
sederhana (simple mapping unit)
Satuan peta ini hanya mengandung satu satuan tanah saja atau
terdapat tanah lain yang disebut sebagai inklusi satuan peta
tanah ini banyak dijumpai pada survei tanah detail, dari daerah yang relatif
seragam. Satuan peta ini disebut konsosiasi. Menururt Wambeke dan Forbes
(1986), konsosiasi merupakan satuan peta yang didominasi oleh satu satuan tanah
dan tanah yang mirip (similar soil). Sekarang kurangnya 50% dari
edon-pedon yang ada didalam satuan peta tersebut sama dengan yang tertulis
dalam satuan peta tanah, sedangkan pedon-pedon atau tanah-tanah yang
berbeda (dissimilar soil) yang disebut inklusi, dalam satuan
peta konsosiasi tidak lebih dari 25 %, 15 % atau 10 % tergantung dari sifat
yang diuraikan sebagai berikut :
·
Jika tanah yang berbeda tersebut lebih baik sama dengan
tanah utamanya, maka diperkenakan 25%.
·
Jika tanah yang berbeda tersebut bersifat sebagai pembatas
untuk pembangunannya, maka hanya diperkenankan hingga 15%.
·
Jika tanah yang berbeda tersebut berbeda kontras dan
merupakan faktor pembatas yang berat, maka hanya diperbolehkan hingga 10%.
·
Sedangkan sisanya merupakan tanah-tanah yang serupa (similar
soil).
2. Satuan peta tanah
majemuk (compound mapping unit)
Terdiri atas dua satuan tanah atau lebih yang berbeda (dissimilar
soil). Biasanya satuan peta tanah ini digunakan pada survei tinjau atau
survei lainnya yang berskala lebih kecil pada daerah yang rumit/heterogen.
Satuan peta tanah ini majemuk dibedakan menjadi :
1. Asosiasi tanah, yaitu sekelompok tanah yang
berhubungan secara geografis, tersebar dalam suatu satuan peta menurut pola
tertentu yang dapat diduga posisinya, tetapi karena kecilnya skala peta,
taksa-taksa tanah itu tidak dapat dipisahkan.
·
Setiap komponenen dideskripsi secara terperinci tanpa ada
perbedaan
·
Posisi geografis masing-masing anggota satuan peta dalam
bentang-alam diterangkan denan jelas, sehinga memungkinkan untuk diperhalus
oleh pemakaian peta.
2. Kompleks tanah, merupakan sekelompok tanah dari
taksa yang berbeda, yang berbaur satu dengan lainnya dalam satuan deliniasi
(satuan peta) tanpa memperlihatkan pola tertentu atau menunjukkan pola yang
tidak beraturan.
Meskipun ada komponen tanah yang
berasosiasi secara geografis, tetapi tidak dapat dipisahkan kecuali pada
tingkat amat detail.
Menurut Wambeke dan Forbes (1986)
satuan peta tanah dikatan kompleks jika komponen utama dalam satuan peta
kompleks tidak dapat membentuk satuan peta tersendiri jika dipetakan dalam
skala 1 : 24.000. pada skala tersebut luasan 0,4 cm2 pada peta
adalah 2,3 ha dilapangan. Komponen utama dalam satuan peta asosiasi jika
dipetakan pada skala tersebut dapat membentuk satuan peta tersendiri.
3. Kelompok tak dibedakan (undifferentiated
groups), terdiri atas dua atau lebih tanah yan secara geografis tidak
selalu berupa konsosiasi tetapi termasuk dalam satuan peta yang sama karena
penggunaan dan pengelolaannya sama atau mirip. Tanah-tanah tersebut dimasukkan
kedalam satuan peta yang sama karena sama-sama mempunyai sifat sebagai berikut
: berlereng terjal, berbatu, mengalami pengaruh banjir yang cukup parah
sehingga membatasi penggunaan dan pengelolaannya.
Ketentuan proporsi dari
masing-masing tanah yang menyusunnya sama dengan asosiasi atau kompleks .
beberapa kriteria untuk menentukan satuan peta menurut Dent dan Young (1981)
adalah :
·
Satuan peta hendaknya sehomogen mungkin (tidak perlu
mempunyai karakteristik yang seragam, tetapi variasi dalam satu satuan peta
dipertahankan dalam batasan yang telah dibuat). Macam variasi hendaklah tetap
konsisten dengan semua satuan peta yang mempunyai nama yang sama.
·
Pengelompokkan hendaklah mempunyai nilai yang praktis.
·
Harus memungkinkan untuk memetakan satuan secara konsisten.
·
Pemetaan hendaklah diselesaikan dalam waktu yang layak dan
dengan peralatan yang umum. Sifat tanah yang digunakan dalam pemetaan haruslah
(terutama) sifat yang dapat diamati dan dirasakan seperti warna dan tekstur.
Banyak sifat-sifat tanah penting didalam praktek seperti unsur hara misalnya,
tidak dapat langsung diamati dan dipetakan dilapangan. Hubungan sifat tanah
yang dapat diamati dan sifat tanah penting lainnya harus ditemukan selama
survei.
·
Sifat tanah yang relatif stabil, seperti tekstur dan
litologi, hendaklah digunakan untuk memberi batasan satuan taksonomi, bukan
sifat yang cepat berubah dengan pengelolaan seperti struktur atau bahan organik
tanah-atas.
Satuan taksonomi tanah pada masing-masing satuan peta tanah,
baik satuan sederhana maupun majemuk, tergantung dari skala peta final yang
akan dihasilkan. Makin besar skala makin rendah kategori klasifikasi
(taksonomi) tanah yang di gunakan (lihat tabel 2.1)
Dalam survei tanah detail, satuan peta yang sering digunakan
adalah :
·
Seri tanah, merupakan sekelompok tanah yang
memiliki ciri dan perilaku serupa, berkembang dari bahan induk yang sama dan
mempunyai sifat-sifat dan susunan horizon, terutama dibagian bawah horizon olah
dan sam dalam rezim kelembaban dan suhu tanah.
Nama seri diambil dari nama lokasi pertama kali ditemukan
seri tanah tersebut. Misalnya seri Labuanteratak.
·
Fase tanah, merupakan pembagian lebih lanjut dari seri tanah
sesuai dengan ciri-ciri penting bagi pengelolaan/penggunaan lahan, seperti
drainase dan erosi.
Fase dapat juga digunakan pada tingkat kategori lainnya
seperti famili, sub-group dan lain-lain
·
‘Soil variant’, merupakan tanah yang sangat mirip dengan seri yang sudah
ditemukan, tetapi berbeda dalam beberapa sifat penting. Hal ini mengurangi
banyak seri tanah yang mungkin ditemukan dalam suatu survei, dimana perbedaan
tidak terlalu besar. ‘Soil variant’ dapat menjadi seri tersendiri, jika
pengkajian lapangan telah dilakukan lebih intensif.
2.3. Penamaan Satuan Peta Tanah
Penamaan satuan tanah yang dikemukakan dalam hal ini adalah
penamaan mengunakan sistem klasifikasi taksonomi tanah USDA (Soil Survey Staff,
1990: 2003), seperti yang dikemukakan dalam Hardjowigeno, Marsoedi dan Ismangun
(1993)
Satuan peta tanah terdiri atas satuan tanah dan fasenya.
Kategori untuk penamaan satuan tanah tergantung dari skala peta. Pemetaan skala
besar (pemetaan detail) mengunakan kategori rendah (famili atau seri),
sedangkan skala kecil menggunakan kategori tinggi (sub-group, great-group,
sub-ordo atau ordo) masing-masing kategori dapat menggunakan satuan fase.
Fase merupakan segala sifat tanah atau faktor lingkungan
yang mempengaruhi penggunaan tanah dan pertumbuhan tanaman. Biasanya merupakan
sifat-sifat atau corak tambahan suatu seri tanah atau satuan tanah lainnya
dalam kategori klasifkasi tanah. Misalnya tekstur lapisan atas, kemiringan
lahan (lereng) batuan diatas permukaan maupun didalam prifil tanah dan
sebagainya.
1. Konsosiasi
Cara penamaannya mengikuti ketentuan sebagai berikut :
·
Nama pertama terdiri dari satua tanah atau taxon yang
kemudian diikuti dengan fase.
·
Untuk fase tekstur lapisan atas atau lapisan organik
dipermukaan tidak disertai dengan tanda ‘koma’.
Contoh : Ciawi liat. Tidak ditulis Ciawi, liat.
·
Jika fase tekstur lapisan atas tidak digunakan tetapi karena
berbatu, berkerikil dsbnya, maka penulisannya menggunakan ‘koma’. Contoh :
Cobanrondo, berbatu.
·
Untuk dua atau tiga fase digunakan ‘koma’. Contoh : pujian
liat, lereng 15-20%, tererosi.
·
Penulisan fase erosi ditulis paling belakang.
·
Penulisan fase lereng ditu;s paling belakang kecuali jika
ada fase erosi. Contoh : pujian skeletal berliat, substratum padas, leren
5-30%, tererosi.
2. Kompleks
· Ditulis kata ‘kompleks; jika fase dari
masing-masing taxon tersebut tidak sama, misalnya tekstur lapisan atas tidak
sama. Contoh : Kompleks Cobanrondo-Sebaluh.
· Kata ‘kompleks’ tidak ditulis jika fase
tekstur lapisan atas seri-seri tanah yang menyusunnya sama. Contoh : Jeho-Cula
liat.
Perhatikan beberapa contoh berikut :
·
Kompleks Sedep-Pali, berbatu (kedua seri tersebut mempunyai
fase berbatu di permukaan)
·
Kompleks Batu-Tandem, lereng 5 – 8% (keduanya
mempunyai fase lereng yang sama).
·
Tandem-Toki liat, lereng 5 – 8% (keduanya mempunyai fase
tekstur lapisan atas dan lereng yan sama).
·
Kompleks Toki berbatu-Lante (hanya seri toki yang mempunyai
fase berbatu).
3. Asosiasi
Berbeda dengan kompleks, maka kata
asosiasi selalu digunakan. Perhatikan contoh berikut :
·
Asosiasi Cangar-Batu, terjal (dua seri tanah dengan fase
lereng terjal)
·
Asosiasi Cangar, terjal-Batu (fase lereng terjal hanya pada
seri cangar)
·
Asosiasi Typic Frgiochrepts-Aeric Fragioaquepts (asosiasi
sub-group)
4. Kelompok tak dibedakan
(‘undiferentiated groups’)
Untuk penamaan digunakan kata dan guna
menggabunkan satu seri dengan seri lainnya. Atau digunakan kata ‘tanah’ didepan
nama seri tanah tersebut. Contoh :
·
Batu dan Cangar lempung berdebu atau tanah Batu dan Cangar
·
Tanah Ciasem dan Ido, sangat terjal
·
Tanah Pendem dan Dau, sangat berbatu
2.3.1. Inkluisi Dalam
Satuan Peta Tanah
Dalam
setiap satuan peta tanah hampir selalu mengandung satuan tanah lain yang didalam
legenda peta tanah namanya tidak muncul. Satuan tanah ini disebut inkluisi.
Inkluisi
tersebut terlalu kecil untuk dideliniasi tersendiri, atau kadang memang tidak
teramati oleh metode survei yang dilakukan. Hal ini berkaitan dengan ketentuan
bahwa delineasi terkecil dalam peta adalah 0.4 cm2 (USDA,
1989). Inkluisi dapat berupa tanah yang serupa atau tanah yang tidak serupa
dengan tanah yang digunakan sebagai nama satuan peta tersebut. Tanah yang tidak
serupa dapat pula berupa tanah penghambat (limiting) atau
tanah yang bukan penghambat (non limiting).
a) Inkluisi tanah serupa
·
Mempunyai beberapa sifat penciri yang sama dengan sifat
tanah utama.
·
Berperilaku dan berpotensi serupa dengan tanah utama.
·
Memerlukan usaha konservasi dan pengelolaan yang sama dengan
tanah utama.
Contoh
: Typiq Argiaquolls dan Udollic Ocharaqualfs.
Kedua tanah ini mempunyai persamaan sifat dalam hal :
·
Kelembaban tanah
·
Kejenuhan basa
·
Kandungan bahan organic
·
Memiliki perbedaan tidak lebih dari 2 atau 3 kriteria.
Kesamaan sifat dapat terjadi pada sembarang tingkat kategori
(fase, seri, famili,subroup).
b) Inkluisi tanah tidak serupa
·
Tidak mempunyai kesamaan terhadap sifat-sifat penciri
penting atau memerlukan pengelolaan yang berbeda dengan tanah utama.
·
Perbedaan antara tanah yang tidak serupa dapat dalam arti
banyaknya sifat tanah yang berbeda atau besarnya tingkat perbedaan atau
kedua-duanya.
·
Perbedaan dapat terjadi pada tingkat fase, seri famili atau
kategori yang lebih tinggi. Tanah tidak serupa dapat sebagai penghambat atau
bukan penghambat.
Contoh : tanah sempit dengan lereng
15 – 25% yang merupakan inkluisi dalam satuan peta tanah dengan lereng dominan
4 – 8% dapat merupakan penhambat serius penggunaan tanah di daerah tersebut.
Inkluisi ini disebut inkluisi penghambat.
Berikut adalah keterangan dari dua macam inkluisi yaitu :
·
Inkluisi penghambat
Adalah
inkluisi tanah tidak serupa yang mempunyai faktor penghambat lebih besar dari
tanah utama atau mempengaruhi tingkat pengelolaannya.
·
Inkluisi bukan penghambat
Adalah
inkluisi tanah tidak serupa dengan faktor penghambat lebih rendah dari pada
tanah utama. Tidak akan mempenaruhi interpretasi terhadap potensi satuan peta
tersebut.
2.3.2. Fase Tanah
Fase
merupakan pengelompokkan tanah secara fungsional yang bermanfaat untuk
memprediksi potensi tanah didaerah yang disurvei. Semua sifat yang mempengaruhi
potensi tanah yang tidak digunakan sebagai pembeda pada tingkat seri tanah atau
kategori yang lebih tinggi, dapat digunakan sebagai pembeda untuk fase.
Fase
yang biasa digunakan untuk seri tanah menurut Hardjowigeno, Marsoedi dan
Ismangun (1993) adalah sebagai berikut:
a) Tekstur lapisan atas tanah mineral
o Fase tekstur diambil dari nama
tekstur lapisan atas.
o Bila terdapat lapisan tipis bahan
organik dipermukaan, maka nama tekstur diambil dari tekstur setelah lapisan
sampai kedalaman paling sedikit 12 cm (tetapi tidak lebih dari 25 cm dicampur)
o Untuk tanah yang mempunyai desert pavement (umumnya
tanah daerah arid) adalah tekstur etelah dicampur dengan horizon A dan E.
Contoh
: Bogor lempung berliat, Cibinong liat berdebu.
Catatan : seri tanah yan diikuti dengan fase
tidak perlu ditulis kata seri didepannya.
b) Lapisan organik di permukaan tanah
o Fase lapisan organik diberi nama
sebagai berikut :
Bergambut kasar (peat),
bergambut sedang (mucky peat) dan bergambut halus (muck).
o Peat, setara dengan bahan fibrik (bahan
organik kasar)
o Mucky peat, setara dengan bahan hemik
(bahan organik dengan tingkat dekomposisi sedang)
o Muck, setara dengan bahan saprik (bahan
organik halus)
Contoh
:
§ Cinta manis bergambut kasar
§ Banjar lempung berdebu, bergambut
halus (lapisan mineral di permukaan yang banyak mengandung bahan organik
halus).
§ Fragmen batuan di dalam tanah atas
Di gunakan untuk framen batuan
(kerikil) didalam tanah atas yan jumlahnya lebih dari 15% volume.
Contoh :
o Pakem lempun berkerikil (fragmen
batuan 15 – 30%).
o Kaliurang lempung sangat berkerikil
(fragmen batuan 35 – 60%)
o Tempel lempung amat sanagat
berkerikil (framen batuan lebih dari 60%)
5. Batuan dipermukaan tanah
Digunakan untuk batu
atau batuan dipermukaan tanah yang jumlahnya lebih dari 0.01%
volume. Batu tersebut akan mempengaruhi pengolahan tanah, panen, penggunaan
mesin-mein pertanian.
Tabel perbandingan batuan di permukaan tanah
Tidak berbatu
|
< 0.01 %
|
Berbatu
|
0.01– 0.1 %
|
Sangat berbatu
|
0.1 – 3.0 %
|
Amat sangat berbatu
|
3.0 – 15.0 %
|
Berbatuan (rubly)
|
15 – 75 %
|
Lahan batuan
|
>75 %
|
Contoh
:
o Cangkringan lempung, lereng 10 – 20
%, amat sangat berbatu.
o Ciapus lempung, lereng 15 – 30 %,
berbatuan (rubly).
6. Fase lereng
o Fase lereng digunakan baik sebagai
lereng tunggal maupun lereng majemuk.
o Lereng majemuk (kompleks) adalah
lereng dengan lebih dari satu arah dan ditujukan oleh daerah punggung dan
lembah dalam satu delineasi , sedangkan lereng tunggal relatif mempunyai arah
lereng yang seragam.
· Satuan peta dengan lereng tunggal
menggunakan nama fase dengan selang lereng dalam persen.
Contoh :
o Darmaga lempung berdebu, lereng 4 –
8 %, tererosi
o Kompleks seri Darmaga-Cimulang,
lereng 8 – 15 %
· Satuan peta dengan seri majemuk,
biasanya mengunakan adjective
Contoh :
o Asosiasi Darmaga-Cimulang, berbukit
o Seri Pakem dan Kaliurang,
bergelombang.
7. Erosi tanah
Fase erosi tanah digunakan untuk
menunjukkan besarnya erosi yang telah terjadi dan bukan untuk potensi
terjadinya erosi. Fase erosi tanah ditentukan berdasarkan atas kela-kelas erosi
yang didefenisikan dalam soil survey manual (USDA, 1989) berikut :
o Agak tererosi – kelas 2 erosi.
o Sangat tererosi – kelas 3 erosi
o Gulled tanah yang mengalami erosi parit
kurang dari 10%.bila yang mengalami erosi parit lebih dari 10%, satuan peta
menjadi komplek atau daerah aneka.
o Agak tererosi angin – kelas 1 erosi
agin.
o Sangat tererosi angin – kelas 2 atau
3 erosi angin.
Contoh
: turgo
lempun berdebu, lereng 10 – 15 % sangat tererosi.
8. Fase pengendapan
Fase pengendapan digunakan untuk
bahan-banah yang diendapkan oleh air atau angin diatas tanah lain yang tidak
memenuhi syarat sebagai tanah tertimbun. (tebal kurang dari 30 cm atau antara
30 – 50 cm, tetapi kuarang dari setengah dari tebal horizon penciri tanah yang
tertimbun.
o Fase endapan angin (overblown) è endapan
baru berasal dari bahan-bahan yang diterbangkan angin.
o Fase Hummocky è endapan
angin yang membentuk pola humok.
o Fase endapan air è bahan
yang diendapkan air yang sifatnya sangat berbeda dengan epipedon tanah yang
dibawahnya.
Contoh
: Cibinong lempung berpasir, lereng 2 – 8%, endapn air.
9. Fase kedalaman
Yang dimaksud kedalaman dalam
tingkat fase adalah kedalaman sampai kelapisan dengan sifat-sifat tertentu yang
berpengaruh nyata terhadap tujuan survei tersebut, dan belum digunakan sebagai
pembeda dalam seri tanah atau kategori yang lebih tinggi.
Tabel kelas kedalaman pada fase kedalaman
Sangat Dangkal
|
< 25 cm
|
Dangkal
|
25 – 50 cm
|
Agak dalam (agak dangkal)
|
50 – 100 cm
|
Dalam
|
100 – 150 cm
|
Sangat dalam
|
Lebih dari 150 cm
|
Sebutkan diatas bahan apa kedalaman yang dimaksud !
Misalnya : Agak
dalam diatas kerikil.
Agak dalam diatas pasir
Agak dalam diatas liat
Dangkal diatas skist
Dalam diatas basalt
Contoh : Kaliwanglu lempung berdebu, dangkal diatas kerikil.
10. Fase substratum
o Digunakan untuk substratum yang
terletak dibawah control section dari seri dan famili.
o Biasanya digunakan untuk substratum
yang tidak padu dibawah kedalaman 100 cm.
Jenis Fase Substratum:
·
Substratum kalkareus.
·
Substratum kapur (batu gamping-lunak).
·
Substratum liat.
·
Substratum berkerikil.
·
Substratum bergipsum.
·
Substratum endapan danau (Lakustrin)
·
Substratum bernapal (marly)
·
Substratum berpasir
·
Substratum berdebu
·
Substratum serpi (Shale).
11. Fase yang berhubungan dengan air
Fase ini digunakan membedakan sekuen
dari status air tanah, permukaan air tanah dan drainase tanah. Pada beberapa
tanah, satus air tanah yang ada tidak dicerminkan oleh sifat-sifat tanah yang
dimilikinya. Misalnya tanah yang tidak menunjukkan sifat-sifat drainase buruk,
padahal. Tanah tersebut tergenang.
Contoh : Imogiri lempung berdebu,
basah.
Dalam kedalaman lain, ada tanah yang
masih mencerminkan pengaruh air, tetapi sudah tidak tergenang lagi karena telah
dilakukan perbaikan drainase. Contoh : rawapening lempung berdebu, drainase.
Beberapa jenis fase yang berhubung
dengan air adalah
·
Basah
·
Agak Basah
·
Cukup Basah
·
Tergenang
·
Didrainase
·
Muka air tanah tinggi
12. Fase salin
Digunakan untuk membedakan derajat
salinitas yang penting untuk penggunaan dan pengelola tanah didalam kisaran
suatu seri tanah.
Tabel kelas-kelas salin
Sedikit agak salin
|
< 0.4 mmho
|
Agak salin
|
0.4 – 0.8 mmho
|
Cukup salin
|
0.8 – 1.6 mmho
|
Sangat salin
|
> 1.6 mmho
|
Contoh :
Kupang lempung berdebu, cukup salin.
13. Fase sodik
Beberapa tanah mempunyai sifat salin dan sodik; untuk itu
fase sodi perlu ditambahkan.
Contoh : Dili lempung berdebu sangat
salin, sodik.
14. Fase fisiografi
Fase ini digunakan untuk
mengelompokkan tanah yang memunyai sifat yan sama (masuk dalam seri yang sama)
tetapi ditemukan dalam satu fisiografis yang berbeda misalny tanah berpasir
clari loess diatas teras dan tanah berpasir dari loessdiatas
dataran aluvial termasuk dari seri yang sama tetapi dalam peta perlu dibedakan
dalam fisiografis.
Contoh :
·
Parangkritis lempung berpasir, teras, lereng 0 – 5%
·
Parangkritis lempung berpasir, dataran aluvial lereng 0 – 3%
15. Fase iklim
·
Fase iklim didasrkan pada suhu udara, evapotranspirasi
potensial (PE) dan curah hujan.
·
Fase iklim digunakan bila perbedaan cukup nyata untuk tujuan
survei dan dapat diidentifikasikan dan dipetakan secara konsisten dilapangan.
·
Ada dua kemungkinan keadaan iklim untuk seri yang sama
·
Keadaan iklim yang sama dengan keadaan iklim seri yang
dimaksud, sehingga fase iklim tidak digunakan.
·
Terdapat penyimpanan keadaan iklim dari iklim yang biasanya
ditemukan pada seri yang dimaksud. Untuk itu fase iklim perlu digunakan.
Contoh
: tawang sari lempung berpasir, dingin.
16. Fase-fase lain
Semua sifat pembeda yang berguna
untuk tujuan survei dan dapat dipetakan dengan konsisten, dapat diunakan
sebagai fase.
· Contoh :
Sering banjir
Kadang-kadang banjir
Jarang banjir
Terbakar (gambut)
Kalkareus (berkapur)
Permukaan tercuci
Jenis-jenis fase yang telah
diuraikan diatas biasanya digunakan untuk seri tanah dalam pemetaan tanah
detail (skala 1:10.000), sehingga dalam satu satuan peta tanah mungkin dapat
ditemukan satu jenis fase secara homogen.
III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Survey
adalah mengadakan pemeriksaan, penyelidikan atau peninjauan,melakukan
pengukuran seperti pada survey tanah(kamus bahasa Indonesia,1988).
Survey adalah melihat-lihat atau inspeksi seperti melihat-lihat harga pasar
(kamus Oxford,1961).
pengukuran seperti pada survey tanah(kamus bahasa Indonesia,1988).
Survey adalah melihat-lihat atau inspeksi seperti melihat-lihat harga pasar
(kamus Oxford,1961).
2. Prinsip
survei tanah meliputi satuan peta tanah dan satuan taksonomi, satuan peta tanah
dalam survei tanah dan penamaan peta tanah.
3. Dalam
melakukan survei tanah seorang peneliti harus berpegang pada prinsip survei
yang ada agar supaya survei dapat berjalan sesuai dengan prosedur yang ada.
3.2. Saran
Diharapkan agar para peneliti yang hendak melakukan survei
tanah alangkah baiknya berpegang pada prinsip survei yang telah ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Rayes,
L. 2007. Metode Inventarisasi Sumberdaya Lahan. Andi.
Yogyakarta.
www.google.com/php. Survey tanah dan evaluasi lahan.
2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar